Berdasarkan
hasil Pemantauan Lapangan di lokasi pada 10 sampai dengan 14 Juni 2013
Komnas HAM merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
untuk menghentikan pembangunan mega proyek PLTA Karama di Kecamatan
Kalumpang dan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
Hal ini terkait pengaduan dari Majelis Pekerja Sinode Gereja Kristen Sulawesi Barat
yang menolak pembangunan Mega Proyek PLTA Karama yang akan
menenggelamkan kurang lebih 22.793 orang (Penduduk Kec. Kalumpang
13.536, Penduduk Kec. Bonehau 9.257) dan menghuni 21 Desa di 2 (dua)
Kecamatan, yaitu Bonehau dan kalumpang. Dan ini berarti sekitar 95%
wilayah dari dua kecamatan tersebut akan ditenggelamkan.
Dari temuan Tim Komnas HAM dilapangan terdapat beberapa fakta bahwa adanya
pelanggaran yang dilakukan dalam proses pembangunan mega proyek ini
yaitu tanpa adanya partisipasi masyarakat ataupun sosialisasi kepada
masyarakat terkait pembangunan mega proyek ini. Selain itu, sebagian
besar masyarakat Kalumpang dan masyarakat Bonehau menolak Mega Proyek
PLTA Karama karena berdampak akan menenggelamkan dan merelokasi
perkampungan warga di Kalumpang dan Bonehau dan jika merelokasi warga
dipaksakan maka akan terjadi benturan dengan masyarakat Kalumpang dan
Bonehau yang sebagian besar menolak. Hal ini karena untuk
mempertahankan hak asasi manusia khususnya hak atas rasa aman dan hak
atas milik, serta kehidupan mereka. Hal tersebut melanggar UUD 1945
Pasal 28G ayat (1), UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 30 dan Pasal 36 ayat (2).
Penolakan
pembangunan mega proyek ini oleh masyarakat ini juga didukung oleh
Bupati Mamuju dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Kalumpang dan
Bonehau yang menolak proyek tersebut sejalan dengan semangat kewajiban
pemerintah dalam melakukan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
Di
Kecamatan Kalumpang dan Bonehau terdapat situs budaya yang penting dan
telah diteliti oleh arkeolog nasional. Hasil penelitian arkeolog
menyebutkan bahwa usia peninggalan sejarah yang dijumpai di Situs
Minanga Sipakko sekitar 3800 tahun sehingga sebuah kerugian besar kalau
ditenggelamkan.
Sebelumnya,
wacana pembangunan mega proyek PLTA Karama sudah dimulai sejak awal
tahun 2009. MoU antara Pemprov Sulbar dan juga pemerintah pusat dengan
investor dari China yaitu CGGC (China Gezhouba Group Corporation) sudah
ditandatangani tahun 2010.
Masyarakat
melalui Tokoh Adat dan Forum Komunikasi Masyarakat Kalumpang-Bonehau
terus melakukan konsolidasi baik sebelum maupun pasca demonstrasi untuk
menghalangi realisasi pembangunan PLTA Karama, baik melalui pertemuan
maupun pengumpulan tanda tangan. Masyarakat juga melakukan aksi demo
menduduki kantor Gubernur Sulawesi Barat yang melibatkan 500 orang
perwakilan masyarakat yang dilakukan pada 3-6 Februari 2012. Pada
Oktober 2012 masyarakat juga melakukan penghadangan terhadap tim
sosialisasi mega proyek PLTA yang juag dijaga oleh Kepolisian Resor
Mamuju.
Pada
dasarnya masyarakat Kalumpang dan Bonehau tidak keberatan dengan
masuknya investasi termasuk membangun PLTA di Sungai Karama selama
investasi dan proyek tersebut tidak menenggelamkan dan merelokasi
perkampungan warga serta bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat
sejalan dengan semangat pemenuhan hak asasi manusia khususnya hak untuk
mengembangkan diri.
Pembangunan
PLTA di Sungai Karama tidak harus berdampak pada penenggelaman dan
relokasi perkampungan warga, hal tersebut terlihat dari masuknya
investor baru yang disetujui oleh Pemerintah Kabupaten Mamuju dan
didukung masyarakat, yaitu PT Valamustika dan juga Perusahaan dari Grup
Haji Klla yang membangun PLTA di Sungai Karama tanpa berdampak pada penenggelaman dan relokasi perkampungan warga.
0 comments:
Post a Comment